RM. A. Agus Wijatmiko
Syahdan maka diajukanlah si Abunawas sebagai terdakwa ke depan pengadilan. Abunawas didakwa telah mengkorupsi dana pembangunan kamar mandi umum di kampungnya sebesar Rp 15.000.000. Dalam proyek itu, Abunawas bertugas sebagai pengawas para pekerja. Sedangkan pimpinan proyek itu adalah kepala kampungnya. Abunawas dianggap telah menyalahgunakan dana itu yang tidak ia gunakan untuk membangun proyek yang semestinya. Dana itu digunakan oleh Abunawas untuk kepentingan dirinya sendiri. Akibat dari perbuatannya itu, warga di kampungnya tidak dapat menggunakan kamar mandi umum yang sangat mereka nanti-nantikan.
Di depan pengadilan, hakim bertanya kepada Abunawas, “Apakah saudara melakukan korupsi?”. Jawabnya, “Iya, Yang Mulia. Saya telah melakukan korupsi.” Hakim terheran-heran dengan pengakuan jujur dari Abunawas ini. Dalam hati si hakim bertanya-tanya, “Baru kali ini saya menghadapi seorang koruptor yang jujur”. Padahal beberapa bulan sebelum Abunawas dihadirkan pengadilan, dia sempat menghilang dan keberadaannya entah ke mana. Walaupun akhirnya Abunawas menyerahkan dirinya kepada pihak berwajib.
Hakim bertanya lagi, “Apakah saudara tidak didampingi oleh pembela?”. Abunawas menjawab, “Saya akan membela diri saya sendiri karena saya memang telah bersalah. Saya akan menyerahkan semua bukti-bukti yang menunjukkan kesalahan saya. Oleh sebab itu saya minta majelis hakim mengadili saya dengan seadil-adilnya”. Hakim mengatakan, “Selama saudara tidak berbelit-belit dalam memberi kesaksian dan saudara jujur, kami akan mengadili saudara dengan seadil-adilnya”.
Semua yang hadir dalam persidangan itu terhenyak dengan yang terjadi di ruang pengadilan. Sekembalinya Abunawas ke ruang tahanan, seorang wartawan mengikutinya untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang Abunawas untuk mengakui semua perbuatannya itu. Dalam wawancara itu, Abunawas berkata, “Selama saya berada dalam pelarian, hati saya merasa tidak nyaman. Tapi yang mendorong saya untuk mengakui semua perbuatan saya adalah pesan yang saya peroleh dari mimpi saya. Dalam mimpi itu, saya didatangi seorang Malaikat. Dia berkata kepada saya bahwa saya ini begitu dikasihi oleh Tuhan. Saya sebagai manusia yang bernama Abunawas dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Tapi Tuhan membenci tindakan korupsi yang saya lakukan. Selama saya tidak mengakui dan diadili akibat semua perbuatan korupsi saya, maka saya tidak akan memperoleh kasih dan rahmat Tuhan yang telah mencintai saya”. Abunawas melanjutkan lagi, “Dari mimpi itu saya menyadari betapa Tuhan mencintai saya. Lalu mengapa saya mesti korupsi? Inilah yang mendorong saya untuk memperbaiki diri dengan mengakui perbuatan korupsi. Saya tahu konsekuensi pengakuan saya ini, yaitu saya akan diadili dan dihukum. Mendingan saya dihukum di dunia ini daripada saya dihukum di akhirat nanti.”
Kemudian si wartawan itu bertanya kepada Abunawas, “Menurut anda, kalau semua koruptor di negeri ini menyadari dirinya dikasihi oleh Tuhan apakah mereka mau mengakui perbuatannya”? Jawab Abunawas, “Saya tidak mau mengkotbahi mereka. Tapi yang saya tahu dan saya alami, saya dicintai dan dikasihi Tuhan maka saya sadar bahwa tindakan saya mengkorupsi yang bukan hak saya itu adalah salah. Dari kasus saya, akibat dari perbuatan saya, warga di kampung saya sampai sekarang tidak dapat mandi dengan layak. Tindakan saya telah merugikan banyak orang. Tindakan yang merugikan orang lain bukanlah tindakan dari orang yang dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Menyadari dan merasakan kasih Tuhan membuat saya jijik dengan perbuatan korupsi yang telah saya lakukan. Oleh sebab itu saya layak untuk dihukum daripada saya kehilangan kasih dan cinta Tuhan kepada saya.” Lalu wartawan itu berkata, “Berarti koruptor itu adalah orang yang menyadari akan kasih dan cinta Tuhan kepadanya?” Abunawas menjawab, “Benar sekali”. Wartawan itu berkata, “Seandainya saja saya dan anda serta semua orang yang hidup di negeri ini merasakan kasih dan cinta Tuhan maka kita membutuhkan badan tertentu yang mengurusi korupsi dan lain sebagainya karena kita sebagai orang yang dikasihi dan dicintai Tuhan akan malu untuk melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan orang yang dikasihi Tuhan”.
Syahdan maka diajukanlah si Abunawas sebagai terdakwa ke depan pengadilan. Abunawas didakwa telah mengkorupsi dana pembangunan kamar mandi umum di kampungnya sebesar Rp 15.000.000. Dalam proyek itu, Abunawas bertugas sebagai pengawas para pekerja. Sedangkan pimpinan proyek itu adalah kepala kampungnya. Abunawas dianggap telah menyalahgunakan dana itu yang tidak ia gunakan untuk membangun proyek yang semestinya. Dana itu digunakan oleh Abunawas untuk kepentingan dirinya sendiri. Akibat dari perbuatannya itu, warga di kampungnya tidak dapat menggunakan kamar mandi umum yang sangat mereka nanti-nantikan.
Di depan pengadilan, hakim bertanya kepada Abunawas, “Apakah saudara melakukan korupsi?”. Jawabnya, “Iya, Yang Mulia. Saya telah melakukan korupsi.” Hakim terheran-heran dengan pengakuan jujur dari Abunawas ini. Dalam hati si hakim bertanya-tanya, “Baru kali ini saya menghadapi seorang koruptor yang jujur”. Padahal beberapa bulan sebelum Abunawas dihadirkan pengadilan, dia sempat menghilang dan keberadaannya entah ke mana. Walaupun akhirnya Abunawas menyerahkan dirinya kepada pihak berwajib.
Hakim bertanya lagi, “Apakah saudara tidak didampingi oleh pembela?”. Abunawas menjawab, “Saya akan membela diri saya sendiri karena saya memang telah bersalah. Saya akan menyerahkan semua bukti-bukti yang menunjukkan kesalahan saya. Oleh sebab itu saya minta majelis hakim mengadili saya dengan seadil-adilnya”. Hakim mengatakan, “Selama saudara tidak berbelit-belit dalam memberi kesaksian dan saudara jujur, kami akan mengadili saudara dengan seadil-adilnya”.
Semua yang hadir dalam persidangan itu terhenyak dengan yang terjadi di ruang pengadilan. Sekembalinya Abunawas ke ruang tahanan, seorang wartawan mengikutinya untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang Abunawas untuk mengakui semua perbuatannya itu. Dalam wawancara itu, Abunawas berkata, “Selama saya berada dalam pelarian, hati saya merasa tidak nyaman. Tapi yang mendorong saya untuk mengakui semua perbuatan saya adalah pesan yang saya peroleh dari mimpi saya. Dalam mimpi itu, saya didatangi seorang Malaikat. Dia berkata kepada saya bahwa saya ini begitu dikasihi oleh Tuhan. Saya sebagai manusia yang bernama Abunawas dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Tapi Tuhan membenci tindakan korupsi yang saya lakukan. Selama saya tidak mengakui dan diadili akibat semua perbuatan korupsi saya, maka saya tidak akan memperoleh kasih dan rahmat Tuhan yang telah mencintai saya”. Abunawas melanjutkan lagi, “Dari mimpi itu saya menyadari betapa Tuhan mencintai saya. Lalu mengapa saya mesti korupsi? Inilah yang mendorong saya untuk memperbaiki diri dengan mengakui perbuatan korupsi. Saya tahu konsekuensi pengakuan saya ini, yaitu saya akan diadili dan dihukum. Mendingan saya dihukum di dunia ini daripada saya dihukum di akhirat nanti.”
Kemudian si wartawan itu bertanya kepada Abunawas, “Menurut anda, kalau semua koruptor di negeri ini menyadari dirinya dikasihi oleh Tuhan apakah mereka mau mengakui perbuatannya”? Jawab Abunawas, “Saya tidak mau mengkotbahi mereka. Tapi yang saya tahu dan saya alami, saya dicintai dan dikasihi Tuhan maka saya sadar bahwa tindakan saya mengkorupsi yang bukan hak saya itu adalah salah. Dari kasus saya, akibat dari perbuatan saya, warga di kampung saya sampai sekarang tidak dapat mandi dengan layak. Tindakan saya telah merugikan banyak orang. Tindakan yang merugikan orang lain bukanlah tindakan dari orang yang dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Menyadari dan merasakan kasih Tuhan membuat saya jijik dengan perbuatan korupsi yang telah saya lakukan. Oleh sebab itu saya layak untuk dihukum daripada saya kehilangan kasih dan cinta Tuhan kepada saya.” Lalu wartawan itu berkata, “Berarti koruptor itu adalah orang yang menyadari akan kasih dan cinta Tuhan kepadanya?” Abunawas menjawab, “Benar sekali”. Wartawan itu berkata, “Seandainya saja saya dan anda serta semua orang yang hidup di negeri ini merasakan kasih dan cinta Tuhan maka kita membutuhkan badan tertentu yang mengurusi korupsi dan lain sebagainya karena kita sebagai orang yang dikasihi dan dicintai Tuhan akan malu untuk melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan orang yang dikasihi Tuhan”.
Syahdan maka diajukanlah si Abunawas sebagai terdakwa ke depan pengadilan. Abunawas didakwa telah mengkorupsi dana pembangunan kamar mandi umum di kampungnya sebesar Rp 15.000.000. Dalam proyek itu, Abunawas bertugas sebagai pengawas para pekerja. Sedangkan pimpinan proyek itu adalah kepala kampungnya. Abunawas dianggap telah menyalahgunakan dana itu yang tidak ia gunakan untuk membangun proyek yang semestinya. Dana itu digunakan oleh Abunawas untuk kepentingan dirinya sendiri. Akibat dari perbuatannya itu, warga di kampungnya tidak dapat menggunakan kamar mandi umum yang sangat mereka nanti-nantikan.
Di depan pengadilan, hakim bertanya kepada Abunawas, “Apakah saudara melakukan korupsi?”. Jawabnya, “Iya, Yang Mulia. Saya telah melakukan korupsi.” Hakim terheran-heran dengan pengakuan jujur dari Abunawas ini. Dalam hati si hakim bertanya-tanya, “Baru kali ini saya menghadapi seorang koruptor yang jujur”. Padahal beberapa bulan sebelum Abunawas dihadirkan pengadilan, dia sempat menghilang dan keberadaannya entah ke mana. Walaupun akhirnya Abunawas menyerahkan dirinya kepada pihak berwajib.
Hakim bertanya lagi, “Apakah saudara tidak didampingi oleh pembela?”. Abunawas menjawab, “Saya akan membela diri saya sendiri karena saya memang telah bersalah. Saya akan menyerahkan semua bukti-bukti yang menunjukkan kesalahan saya. Oleh sebab itu saya minta majelis hakim mengadili saya dengan seadil-adilnya”. Hakim mengatakan, “Selama saudara tidak berbelit-belit dalam memberi kesaksian dan saudara jujur, kami akan mengadili saudara dengan seadil-adilnya”.
Semua yang hadir dalam persidangan itu terhenyak dengan yang terjadi di ruang pengadilan. Sekembalinya Abunawas ke ruang tahanan, seorang wartawan mengikutinya untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang Abunawas untuk mengakui semua perbuatannya itu. Dalam wawancara itu, Abunawas berkata, “Selama saya berada dalam pelarian, hati saya merasa tidak nyaman. Tapi yang mendorong saya untuk mengakui semua perbuatan saya adalah pesan yang saya peroleh dari mimpi saya. Dalam mimpi itu, saya didatangi seorang Malaikat. Dia berkata kepada saya bahwa saya ini begitu dikasihi oleh Tuhan. Saya sebagai manusia yang bernama Abunawas dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Tapi Tuhan membenci tindakan korupsi yang saya lakukan. Selama saya tidak mengakui dan diadili akibat semua perbuatan korupsi saya, maka saya tidak akan memperoleh kasih dan rahmat Tuhan yang telah mencintai saya”. Abunawas melanjutkan lagi, “Dari mimpi itu saya menyadari betapa Tuhan mencintai saya. Lalu mengapa saya mesti korupsi? Inilah yang mendorong saya untuk memperbaiki diri dengan mengakui perbuatan korupsi. Saya tahu konsekuensi pengakuan saya ini, yaitu saya akan diadili dan dihukum. Mendingan saya dihukum di dunia ini daripada saya dihukum di akhirat nanti.”
Kemudian si wartawan itu bertanya kepada Abunawas, “Menurut anda, kalau semua koruptor di negeri ini menyadari dirinya dikasihi oleh Tuhan apakah mereka mau mengakui perbuatannya”? Jawab Abunawas, “Saya tidak mau mengkotbahi mereka. Tapi yang saya tahu dan saya alami, saya dicintai dan dikasihi Tuhan maka saya sadar bahwa tindakan saya mengkorupsi yang bukan hak saya itu adalah salah. Dari kasus saya, akibat dari perbuatan saya, warga di kampung saya sampai sekarang tidak dapat mandi dengan layak. Tindakan saya telah merugikan banyak orang. Tindakan yang merugikan orang lain bukanlah tindakan dari orang yang dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Menyadari dan merasakan kasih Tuhan membuat saya jijik dengan perbuatan korupsi yang telah saya lakukan. Oleh sebab itu saya layak untuk dihukum daripada saya kehilangan kasih dan cinta Tuhan kepada saya.” Lalu wartawan itu berkata, “Berarti koruptor itu adalah orang yang menyadari akan kasih dan cinta Tuhan kepadanya?” Abunawas menjawab, “Benar sekali”. Wartawan itu berkata, “Seandainya saja saya dan anda serta semua orang yang hidup di negeri ini merasakan kasih dan cinta Tuhan maka kita membutuhkan badan tertentu yang mengurusi korupsi dan lain sebagainya karena kita sebagai orang yang dikasihi dan dicintai Tuhan akan malu untuk melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan orang yang dikasihi Tuhan”.