Senin, 18 Juni 2012

Tuhan Menghendaki Semua Orang Masuk Surga


RD. Sabas Kusnugroho
Belakangan ini masih riuh (terutama di kalangan orang-orang Katolik) untuk menikmati  (menonton) film perjuangan dengan judul Soegija yang disutradarai Garin Nugroho. Namun tiada salahnya saya akan mengajak Anda untuk menengok juga  sebuah film kategori drama pendidikan  yang diputar pertama tahun 1998 dan memperoleh penghargaan terbaik Festifal Film Vinence 1999. Film ini berjudul “Not One Less” yang disutradarai Zhang Yimou. 
Dalam film ini dikisahkan seorang anak remaja (lulusan SLTP) yang mendapat kepercayaan untuk menjadi guru di sebuah sekolah rakyat  di kampung; yang bangunannya mau ambruk. Sementara murid yang tersisa hanya tinggal 28 anak dengan tingkat permasalahan yang sangat tinggi. Sang Guru (Pak Gao) berpesan suapaya jangan ada seorang anak pun yang meninggalkan (tidak) sekolah.  
Ketika suatu pagi didapatinya ada sebuah bangku yang kosong; sang guru yang lugu ini bingung tak karuan, maka ia mencari informasi kemana anaknya pergi. Ternyata sang anak terpaksa pergi ke kota mencari kerja untuk membantu keluarganya yang terlilit hutang dan jatuh melarat. Dengan berbagai cara (yang sangat tidak mudah) sang guru pergi ke kota dan membawa kembali anak didiknya ke meja belajar di kampung.
Ibarat seorang guru yang lugu tadi, Tuhan juga memiliki harapan yang sangat sederhana kepada setiap orang; supaya semua saja dapat memperoleh kebahagiaan; atau sering dibahasakan dengan ungkapan kata surga. Surga itu bukan hanya diartikan sebagai suatu tempat yang utopis; atau waktu kekalan yang masih akan terjadi kelak setelah kita mati. Menurut pandangan iman Katolik; surga itu kata lain dengan apa yang disebut sebagai Kerajaan Allah. 
Kerajaan Allah artinya; suasana atau situasi dimana Allah (Tuhan) merajai hati setiap manusia (bukan sebuah bentuk negara atau kerajaan teokratis) . Tuhan bertahta  di dalam hati manusia. Tuhan yang merajai hati manusia; tidak  hanya menunggu besok ketika di akhirat atau menunggu kiamat; tetapi juga sudah terjadi di dunia ini dan saat ini (hic et nunc = di sini dan sekarang). 
Indikator Tuhan yang meraja didapati pada tiap pribadi yang hatinya damai. Dari hati yang damai ini niscaya mengalirkan budaya yang mengutamkan kebaikan, berlaku adil, tidak latah menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan, berani menempuh jalan diaolog, menghargai perbedaan,  berani bekerja keras dan pantang memakai jalan pintas,  rela berkorban dan berbagi, serta mengutamakan mereka yang lemah.
Harapan kedamaian manusia adalah Kehendak kedamaian Tuhan juga; bahkan Dia merindukan tak seorangpun hilang dari kerajaan damai-Nya.