RD. Adrianus Akik Purwanto
Bahasa yang kita pakai sehari-hari sering kali sangat tepat.
Tampaknya memang aneh karena kata-kata itu melampaui apa yang secara
sadar ingin kita utarakan. Jika kita berkata bahwa seseorang membuat
kita ‘sakit leher’, ungkapan ini hanya untuk menyatakan bagaimana kita
merasa terganggu sampai tubuh kita dapat merekamnya! Salah satu kesan
paling buruk yang dapat kita katakan tentang seseorang ialah bahwa
orang itu mengerikan. Mungkin ia adalah orang yang mengerikan karena
perbuatan atau perkataannya, karena penampilan atau tingkah lakunya.
Tetapi, satu hal yang pasti ialah mereka adalah orang yang mengerikan,
yaitu, orang yang penuh ketakutan. Cerita tentang kehidupan manusia,
hampir sebagian besar dari kepedihan dan apa yang kita sebut dosa,
disebabkan karena seseorang tidak merasa aman, atau dengan kata lain,
disebabkan oleh rasa takut
Kata-kata Yesus dalam bacaan Injil
di perayaan ekaristi hari Minggu ini ialah, “Jangan takut, percaya
saja!" (Injil Markus 5:36). Ucapan Yesus ini sangat menarik karena
kebenaran yang terkandung dalam kata-kata itu. Kata-kata ini menjadi
penting karena diletakkan di antara dua cerita tentang orang-orang yang
penuh ketakutan.
Yairus mempunyai kedudukan yang penting. Ia
adalah kepala rumah ibadat. Kendati ia mempunyai kedudukan, ia
tersungkur bagai seorang pengemis, di depan kaki Yesus dan memohon
pertolongan-Nya. Yairus adalah ayah yang ketakutan. Anak perempuannya
yang berumur dua belas tahun sedang sakit keras, maka ia mendambakan
pertolongan dari orang yang dapat menyembuhkannya. Keberanian dan
kepercayaannya, bersumber dari rasa takutnya. Yesus tidak mengatakan
apa-apa, tidak menjanjikan apa-apa, tetapi pergi bersama Yairus.
Perjalanan
mereka diganggu oleh seorang penderita lain dengan penyakit yang
mengerikan. Selama dua belas tahun seorang perempuan yang menderita
pendarahan yang tidak dapat disembuhkan, suatu penderitaan berat karena
siapa saja yang menyentuhnya, menjadi najis. Ia telah menghabiskan
semua uang yang ada padanya untuk mendapatkan kesembuhan. Harapannya
yang terakhir adalah datang kepada Yesus. Dengan rasa takut ia
berdesak-desakan di tengah-tengah orang banyak. Ia mendekati Yesus dan
menjamah jubah-Nya. Yesus mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari
diri-Nya. Namun, Ia ingin lebih menyembuhkan perempuan itu bukan hanya
penyakitnya saja. Maka Yesus menyuruhnya berdiri di depan orang banyak
untuk diakui imannya, diakui bahwa ia sekarang sudah tahir, supaya ia
tidak mempunyai alasan lagi untuk merasa takut dan gelisah.
Lalu,
datanglah berita bahwa anak perempuan Yairus telah meninggal. Yesus
berkata kepada ayahnya, "Jangan takut, percaya saja!" Dengan tidak
menghiraukan ratapan mereka yang berkabung dan sindiran dari
orang-orang sekitar, Yesus membawa serta orangtua dan mereka yang
mengikuti Dia masuk ke kamar. Lalu dipegang tangan anak itu, kata-Nya,
"Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" dan anak itu menuruti
perintah-Nya. Akhirnya bagi Yairus tidak ada yang perlu ditakutkan lagi.
Sering
kali kita berdoa dengan penuh rasa takut. Kita begitu takut, bahkan
kita juga takut untuk mempercayakan diri kita ke dalam tangan Tuhan
yang penuh kasih. Karena ketakutan kita, kita membatasi Dia dengan
kata-kata dan tuntutan-tuntutan kita. Bila kita sadar bahwa Allah
selalu memberi kita yang terbaik, juga jika kita dapat mengandalkan dan
percaya bahwa di bawah naungan-Nya selalu ada kasih, maka tentunya kita
dapat menyerahkan diri pada-Nya dan tidak ketakutan lagi. Inilah yang
terjadi pada kita ketika bermeditasi. Kita diam dan percaya pada Allah
dengan hanya mengucapkan kata-doa kita dan secara berangsur-angsur
Allah menghapus ketakutan kita. (Dari: Gerry Pierse CCSsR)
Rabu, 04 Juli 2012
Berilah Kami Rezeki
RD. Agus Wijatmiko
“Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua,
namun tidak cukup untuk memenuhi keinginan segelintir kecil manusia
yang serakah,” demikian salah satu ajaran dari Mahatma Gandhi. Tentu
saja Gandhi bukan tanpa sebab berkata-kata demikian. Situasi India
yang dia lihat sungguh mencermin jurang perbedaan yang sangat lebar
antara si miskin dan si kaya. Gandhi memiliki keyakinan bahwa bumi yang
diciptakan oleh Tuhan sebenarnya sangat mencukupi untuk semua mahluk
yang hidup di dalamnya. Namun dalam kenyataannya masih begitu banyak
manusia-manusia yang harus berada dalam kemiskinan dan kelaparan.
Kemiskinan
dan kelaparan yang terjadi bukanlah yang ditentukan oleh Tuhan tetapi
terkadang menjadi situasi yang terjadi karena ketidak-adilan. Manusia
sendirilah yang menciptakan jurang yang lebar. Ketamakan manusialah
yang menjadi penyebab ketidak-adilan itu. Ketamakan manusia telah ada
sejak manusia ada di muka bumi. Kisah yang paling klasik adalah Kain
dan Habel menjadi salah satu sejarah yang mengawali bagaimana Kain
putra Adam oleh sebab keserakahannya akhirnya membunuh Habel, adiknya
(bdk. Kej 4: 3-8). Manusia memang cenderung menjadi serigala bagi
manusia lainnya (homo homini lupus), dan seringkali menjadi korban
adalah orang-orang yang paling lemah di masyarakat.
Dalam
kisah penciptaan, ketika Tuhan menciptakan manusia, Dia telah
menyiapkan segala sesuatunya bagi hidup manusia (bdk. Kej 1: 1-31).
Tuhan tidak membiarkan manusia hidup dalam penderitaan kemiskinan dan
kelaparan. Tuhan yang peduli akan hidup manusia kembali diingatkan oleh
Yesus Kristus melalui doa yang diajarkan kepada para murid-Nya, yaitu
doa Bapa Kami. Di dalam doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan agar kita
secara pribadi memohon agar Tuhan memberikan rejeki untuk memenuhi
kebutuhan hidup kita.
Yesus mengajarkan kepada
semua manusia untuk memohon kepada Tuhan seperti kita memohon kepada
Bapa kita sendiri. Kita diajarkan untuk memohon segala sesuatu yang
penting bagi hidup kita. Dengan mengajukan permohonan kepada Tuhan,
sebenarnya kita diundang Tuhan Yesus untuk mengakui kebaikan-Nya yang
tiada taranya. Kebaikan Tuhan itu tidak pilih kasih; Dia yang
menciptakan matahari baik bagi orang yang baik maupun bagi orang jahat,
baik bagi orang yang saleh mamupun bagi seorang koruptor.
Dalam
Doa Bapa Kami ada ungkapan “berilah kami rejeki pada hari ini” yang
secara eksplisit mau mengatakan bahwa rejeki itu bukan hanya milik
pribadi yang berdoa kepada Tuhan namun juga milik semua manusia. Karena
Tuhan itu bukan hanya milik pribadi-pribadi tertentu melainkan juga
Tuhan bagi semua manusia. Ungkapan ‘berilah kami’ juga merupakan
ungkapan perjanjian bahwa kita ini adalah milik Tuhan dan pengakuan
kita bahwa Tuhan senantiasa memperhatikan apa yang kita butuhkan untuk
hidup. Dan melalui kata “kami” kita mengakui bahwa Tuhan adalah Bapa
semua manusia. Maka ketika kita berdoa kepada Tuhan, kita berdoa pula
bagi semua manusia sambil menjadikan kebutuhan dan penderitaan
orang-orang yang menderita sebagai keprihatinan kita juga yang berdoa
memohon rejeki kepada Tuhan.
Ungkapan
“rejeki” merupakan ungkapan keyakinan bahwa Tuhan yang senantiasa
memperhatikan hidup kita pasti akan memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohani yang berguna bagi kehidupan kita. Dalam kotbah di bukit, Yesus
mengajarkan sebuah kepercayaan di mana kita merasa terjamin dalam
penyelenggaraan Bapa. Dengan itu Yesus menginginkan agar kita
dibebaskan dari segala kesusahan dan kecemasan. Ada orang yang lapar
karena mereka tidak mempunyai makanan. Kenyataan ini mengungkapkan satu
arti yang lebih dalam dari permohonan “berilah kami rejeki”. Kelaparan
di dunia yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari mengajak semua
orang kristen yang mau berdoa secara jujur supaya melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap mereka yang kelaparan baik secara jasmani maupun
rohani. Hal ini berkaitan dengan sikap pribadi kita untuk bersolider
dengan seluruh umat manusia terutama mereka yang sedang mengalami
kelaparan. Oleh sebab itu ketika kita berdoa Bapa Kami secara jujur,
maka kita juga mendoakan mereka yang sedang mengalami penderitaan dan
kita terpanggil untuk memberikan mereka makan baik makanan jasmani
maupun makanan rohani. Masih banyak orang yang menderita sebagai korban
ketidak-adilan. Oleh sebab itu dengan berdasarkan doa Bapa kami di mana
kita memohon kepada Tuhan agar memberikan kita rejeki pada hari ini,
maka kita terpanggil juga untuk memperhatikan dan memberikan makanan
bagi sesama kita yang menderita.
Langganan:
Postingan (Atom)