Senin, 07 Mei 2012

‘I MISS YOU, GOD’


RD. Al. Agus Wijatmiko 
“I miss you”. Demikianlah isi pesan yang masuk dalam ponselku di tengah-tengah perenunganku dini hari tadi. Tidak diketahui siapa pengirimnya karena hanya tertera nomor-nya yang tidak ada dalam daftar kontak. Rasanya ingin membalas sekaligus menanyakan apakah benar pesan itu ditujukan kepadaku ataukah si pengirim salah alamat. Tapi kuurungkan niatku itu karena lambat laun aku menikmati kalimat itu. Ada perasaan yang membanggakan karena ada yang merindukan diriku dan sekaligus perasaan penasaran ingin mengetahui siapakah gerangan orang yang merindukanku.  
Ada rasa dihargai dan dihormati apabila ada orang yang merindukannya. Kehadirannya senantiasa menjadi harapan dan penghargaan dari yang merindukannya. Kita tidak membayangkan bagaimana perasaan orang yang sama sekali tidak pernah dirindukan oleh yang lainnya. Orang yang tidak dirindukan itu berarti kehadirannya tidak diharapkan bahkan diri seutuhnya tidak lagi menjadi berarti apapun bagi yang lainnya. Sejahat-jahatnya orang pasti dia akan dirindukan oleh yang lainnya, minimal dirindukan oleh teman jahatnya.  
Rasa rindu meliputi siapapun yang memiliki harapan untuk memperoleh atau menggapai sesuatu yang belum belum diraihnya saat ini. Atau rasa yang ingin mengulang peristiwa atau suasana yang dulu begitu mengesankan bagi dirinya. Rasa rindu itu memiliki kekuatan yang besar yang mendorong seseorang untuk berusaha dengan keras untuk memenuhi rasa rindu. Ibarat sepasang kekasih yang terpisah oleh jarak, rasa rindu akan mendorong mereka untuk berupaya bertemu atau minimal memperoleh kabar berita dari pasangannya. Semua sarana akan dicoba digunakan untuk memenuhi rasa rindu itu. Mendengarkan suara pasangannya sudah sedikit mengobati rasa rindu apalagi bisa melihat raut wajahnya. Maka tidak mengherankan masing-masing akan menyimpan foto dari pasangannya agar dapat mengobati rasa rindu yang sedang melanda dengan memandang foto pasangannya.      Ada narapidana yang nekat dan berani melarikan diri dari penjara yang super ketat penjagaannya hanya karena diliputi rasa rindu yang mendalam pada yang dikasihinya. Resiko yang berbahaya diambilnya karena didorong kekuatan rindu dalam dirinya. Kerinduan menjadi kekuatan yang dahsyat yang mendorong orang untuk melakukan segala sesuatu yang penuh resiko.
Pada dasarnya manusia juga punya kerinduan pada penciptanya. Makna paling luhur dari martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah. Sudah sejak awal mulanya manusia diundang untuk berwawancara dengan Allah. Sebab manusia hanyalah hidup karena ia diciptakan oleh Allah dalam cinta kasih-Nya dan lestari hidup berkat cinta kasih-Nya. Dan manusia tidak sepenuhnya hidup menurut kebenaran, bila ia dengan sukarela mengakui cinta kasih itu serta menyerahkan diri kepada Penciptanya.
    Sejak dahulu kala manusia melalui pandangan iman dan pola tingkah laku religius (seperti doa, korban, upacara dan meditasi) atas berbagai cara untuk menemukan Allah. Pola tingkah laku religius manusia ini  mencerminkan bahwa dalam dirinya yang paling mendalam ada kerinduan untuk dapat bertemu dengan Sang Penciptanya. Dengan adanya kerinduan ingin berjumpa, manusia akan berusaha sekuat tenaga melakukan yang terbaik dalam hidupnya agar dapat berjumpa dengan-Nya. Manusia akan berusaha hidup sesuai dengan kehendak Penciptanya dan sempurna di hadapan-Nya. 
    Namun pada umumnya, kerinduan manusia akan Tuhan baru akan muncul ketika manusia berada dalam kesulitan dan penderitaan hidupnya. Seperti kisah Anak yang hilang. Ketika harta benda melimpah ada padanya, anak ini tidak ingat akan rumah bapanya. Tetapi ketika cobaan dan derita datang silih berganti, barulah dia memiliki kesadaran betapa nyamannya hidup bersama bapanya. Demikian juga yang terjadi pada para koruptor, misalnya. Ketika dia berhasil mengkorupsi dan hidup bergelimpangan harta hasil korupsi tidak sebersitpun muncul dalam dirinya kerinduan akan Tuhan. Tapi setelah ditangkap dan dipenjara barulah muncul kerinduan akan Tuhan.
    Biarpun manusia melupakan ataupun menolak Tuhan, namun Tuhan tiada hentinya memanggil kembali manusia supaya manusia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaan di dalam-Nya. Hati manusia akan selalu gelisah dan tidak tenang sampai manusia menemukan ketenteraman di dalam Tuhan. Maka berbahagialah semua yang mencari Tuhan dan hidupnya mencerminkan kerinduan pada-Nya. Kebahagiaan itu akan muncul apabila di dalam hati manusia senantiasa mengungkapkan, “I miss you, GOD.”