Senin, 28 Mei 2012

Karya Manusia Cerminan Keindahan Sang Pencipta



RD. Yohanes Rudianada
Di sebuah taman terlihat kupu-kupu beterbangan yang berwarna-warni begitu indah. Keindahannya semarak mewarnai bumi. Dan sungguh keindahan ini tidak akan pernah bisa dibuat oleh manusia. Karena keindahannya milik Sang Pencipta. Manusia lebih dari kupu-kupu, ia diciptakan secitra dengan Allah. Entah sadar atau tidak manusia adalah cerminan keindahan Sang Pencipta. Manusia tidak sekedar ada untuk dirinya. Ia ada karena kehendak Allah. Dan Allah menciptakannya begitu indah. Kenyataan inilah yang membuat manusia sangat berharga, bahkan kehadiran satu manusia tidak akan pernah bisa digantikan dengan manusia yang lain. Karena manusia unik adanya. Lalu bagaimana manusia sebagai cerminan keindahan Sang Pencipta ini berperan dalam melaksanakan kehendak Sang Pencipta? Manusia sama dengan kupu-kupu, sama-sama memancarkan keindahan Sang Pencipta. Sama-sama ikut mewarnai dunia. Namun manusia lebih dari sekedar kupu-kupu, karena manusia mewarnai dunia dengan karya dan pelayanan kepada sesama yang diabdikan kepada Allah.      Sebelum menjadi kupu-kupu, masa kepompong harus dilewati. Untuk mampu mewarnai dunia, manusia juga harus melewati masa kepompong ini. Inilah tahap dimana sebagai manusia harus bergulat untuk menemukan dirinya. Manusia harus berupaya keras melihat dirinya dengan sungguh. Proses ini adalah refleksi diri, melihat segala sesuatu tentang dirinya, terlebih melihat segala anugerah yang telah diberikan Allah. Hal ini sangat penting bagi pertumbuhan manusia. Hanya dengan melihat diri, manusia dimampukan melihat dunia. 
Dunia sebagai tempat berpijak manusia membawa konsekuensi yang tidak mudah. Manusia juga harus bertanggungjawab terhadap dunia ini. Karya dipahami sebagai ungkapan terdalam dari manusia. Ungkapan mengenai siapa dirinya, keinginannya, dan kehadirannya di tengah sesama dan dunia. Karya sebagai ungkapan diri manusia tentu mengandung makna tersendiri. Karena karakternya yang dalam dari sebuah karya maka karya ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Dan inilah sebenarnya ketika manusia telah sampai pada karya berarti dia telah berani mengungkapkan dirinya. Konsili Vatikan II menuliskan bahwa karya yang dilakukan manusia adalah ungkapan terdalam dari dirinya, yaitu menampilkan Sang Pencipta; “Bagi kaum beriman ini merupakan keyakinan: kegiatan manusia baik perorangan maupun kolektif, atau usaha besar-besaran itu sendiri, yang dari zaman ke zaman dikerahkan oleh banyak orang untuk memperbaiki kondisi-kondisi hidup mereka, memang sesuai dengan rencana Allah. Sebab manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, menerima titah-Nya, supaya menaklukkan bumi beserta segala sesuatu yang terdapat padanya, serta mengusai dunia dalam keadilan dan kesucian; ia mengemban perintah untuk mengakui Allah sebagai pencipta segala-galanya, dan mengarahkan diri beserta seluruh alam kepada-Nya, sehingga sesudah segala sesuatu ditaklukkan oleh manusia, nama Allah sendiri dikagumi di seluruh bumi.” (bdk. GS 34).
Begitu penting dan bernilainya sebuah karya manusia, maka tidak ada kata setengah-setangah dalam melakukan apa pun. Manusia harus mempersembahkan yang terbaik dari dirinya.  Warna-warni keindahan inilah yang kita persembahkan bagi sesama, dunia, dan Allah sendiri tentunya. Dengan demikian kebesaran Allah dinyatakan.

Senin, 21 Mei 2012

Wahyu dan Iman



Rm. Yakobus Budi Nuroto, Pr
Dalam cinta kasih-Nya, Allah memberikan Diri kepada manusia. Dengan mewahyukan Diri-Nya, Allah yang tidak kelihatan – dari kelimpahan cinta kasih-Nya – menyapa manusia sebagai sahabat-Nya; bergaul, mengundang dan menyambut kita dalam persekutuan dengan diri-Nya (Katekismus Gereja Katolik, hlm. 44).
Apa jawaban yang pantas bagi undangan ini? Jawaban yang pantas untuk undangan ini adalah iman. Dengan iman kita menaklukkan seluruh pikiran dan kehendak kita kepada Allah. Iman adalah ikatan pribadi-personal manusia dengan Allah sekaligus persetujuan bebas atas segala kebenaran yang diwahyukan-Nya.
Iman akan Allah tidak bisa kita pisahkan dari iman akan Putera-Nya yang terkasih, Yesus Kristus: “Terdengarlah suara dari surga: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mu lah Aku berkenan’" (Markus 1:11). Yesus lah Sang Sabda yang menjadi Manusia. Yesus adalah per-nyata-an Diri Allah yang definitif: nyata dan konkrit. Allah sungguh hadir: nyata dan konkrit dalam hidup, karya, wafat dan kebangkitan-Nya.
Namun kita tidak dapat percaya akan Yesus Kristus tanpa kurnia Roh Kudus; karena “Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus” (1Kor. 12:3). Roh Kudus memampukan kita beriman semakin mendalam. Karena, meski iman adalah suatu kegiatan manusiawi namun iman tetaplah sebuah rahmat, satu kebajikan adikodrati yang dicurahkan oleh-Nya. Iman membuat kita menikmati kegembiraan dan cahaya-Nya yang menyelamatkan, yang adalah tujuan dari peziarahan kita di dunia ini. 
Dengan iman, manusia terus-menerus menanggapi pewahyuan Diri Allah. Iman menjadi sebuah pengalaman perjumpaan yang dinamis yang melahirkan opsi fundamental dalam praksis hidup moral. Ketika berhadapan dengan pemberian Diri Allah, manusia ‘ditantang’ keluar dari dirinya dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah yang berbagi hidup. Roger Haight membahasakan iman sebagai sebuah keterlibatan dinamis dari segenap kemampuan dan seluruh kemerdekaan manusia yang aktif.
Pengalaman iman akan melahirkan opsi fundamental, sebuah pilihan hidup untuk menjawab sapaan Allah. Dan sebagai sebuah opsi fundamental, iman senantiasa akan berciri otonom: bebas dari dan bebas untuk, mutlak: melibatkan seluruhnya, kristiani: mengikuti Kristus dengan sungguh, menyelamatkan, dan suci: mentransformasi diri menjadi semakin suci.
Perjumpaan pribadi dengan Allah yang merupakan opsi fundamental tersebut justru tampak paling nyata dalam keterlibatan aktif sejarah manusia di dunia. Iman mewujud nyata dalam aneka tindakan moral yang dilakukan secara sadar, bebas dan sesuai dengan hati nurani. Meski dalam bertindak moral tidak membutuhkan iman, namun bagi orang beriman tindakan moral adalah perwujudan dari iman. Iman menjadi dasar dan motivasi tindakan moral.
Demikianlah, iman adalah satu peristiwa dengan tiga unsur: (1) akal budi: iman bukan gerakan jiwa yang buta melainkan aku memilihnya karena aku memahaminya sebagai sebuah kebenaran, (2) kehendak: iman bukan kesimpulan matematis melainkan opsi fundamental: kesetujuan pribadi yang bebas, dan (3) rahmat: iman adalah tanggapan atas rahmat Allah.

Jalan Untuk Mengenal Allah


Rm. Agustinus Eko Wiyono, Pr 
Apakah Allah itu sungguh dapat dirasakan di dalam perjalanan hidup kita manusia? Atau Allah itu adanya, hanya sebagai khayalan dan buatan angan-angan manusia sehingga menjadi ‘sesuatu’ yang semu atau khayalan belaka? Atau apakah kita dapat membuktikannya dalam realitas kehidupan yang sedang kita jalani ini?
Maka menyelami keberadaan Allah di dalam perjalanan hidup ini rasanya akan terus menjadi topik yang sangat menarik dan menantang bagi manusia yang terus menerus dalam situasi hidupnya mencari kebenaran yang mutlak ini. Atau apakah pengetahuan yang ada sekarang ini juga bisa membuktikan adanya Tuhan atau Allah yang menjadi pegangan  dalam hidup kita?
Kita berangkat dari manusia itu sendiri. Karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah, ia menemukan ‘jalan-jalan’ tertentu dalam pencarian Allah agar mencapai pengenalan akan Allah. Orang menamakan jalan jalan ini juga ‘pembuktian Allah’, bukan dalam arti ilmu pengetahuan alam, melainkan dalam arti argumen-argumen yang cocok dan meyakinkan, yang dapat menghantar kepada kepastian yang sungguh. "jalan-jalan" menuju Allah ini mempergunakan ciptaan - dunia material dan pribadi manusia - sebagai titik tolak.
Dunia. Dari gerak dan perkembangan, dari kontingensi, dari peraturan dan keindahan dunia, manusia dapat mengenal Allah sebagai sumber dan tujuan alam semesta.
Santo Paulus menegaskan mengenai orang kafir: "Karena siapa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab spa yang tidak tampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih" (Roma 1:19-20) .
Dan santo Agustinus berkata: "Tanyakanlah keindahan bumi, tanyakanlah keindahan samudera,tanyakanlah keindahan udara yang menyebarluas,tanyakanlah keindahan langit .... tanyakanlah semua benda. Semuanya akan menjawab kepadamu: Lihatlah, betapa indahnya kami. Keindahan mereka adalah satu pengakuan [confessio]. Siapakah yang menciptakan benda-benda yang berubah, kalau bukan Yang Indah [Pulcher], yang tidak dapat berubah" (Sean. 241,2).
Manusia. Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya, dengan kerinduannya akan ketidakterbatasan dan akan kebahagiaan, manusia bertanya-tanya tentang adanya Allah. Dalam semuanya itu ia menemukan tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. "Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja" (Gaudium et Spes 18,1), maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber.
Dunia dan manusia memberi kesaksian bahwa mereka tidak memiliki sebab mereka yang pertama serta tujuan mereka yang terakhir dalam dirinya sendiri, tetapi . bahwa mereka hanya mengambil bagian dalam ADA yang tanpa titik awal dan titik akhir. Jadi melalui ‘jalan-jalan’ yang berbeda itu manusia dapat sampai kepada pengertian bahwa ads satu realitas, yang adalah sebab pertama dan tujuan akhir dari segala-galanya, dan realitas ini ‘dinamakan Allah oleh semua orang’ (Tomas Aqu., s.th. 1,2,3).
Kemampuan manusia menyanggupkannya untuk mengenal adanya Allah yang berkepribadian. Tetapi supaya manusia dapat masuk ke dalam hubungan yang akrab dengan Allah, maka Allah hendak menyatakan diri kepada manusia dan hendak memberikan rahmat kepadanya supaya dengan kepercayaan dapat menerima wahyu ini. Namun bukti-bukti mengenai adanya Allah dapat menghantar menuju kepercayaan dan dapat membantu supaya mendapat pengertian bahwa kepercayaan tidak bertentangan dengan akal budi manusia.
Maka melihat apa yang tejadi dalam hidup kita ini saja, kita mampu melihat dan diyakinkan bahwa Allah adalah pribadi yang benar ada dan realitasnya sungguh nyata dapat kita rasakan. Bukan hanya suatu khayalan atau buatan manusia melainkan realitas dan adanya Allah justru menampakkan bahwa kita ada karena ADANYA ALLAH dalam hidup kita ini. Kita mampu berkarya dan hadir dalam kehidupan sesama juga karena adanya ALLAH yang selalu membimbing dan mengarahkan hidup kita. Allah itu benar-benar ADA dan NYATA, maka mari kita wartakan dan hadirkan adanya ALLAH itu secara nyata di dalam hidup kita ini.

Minggu, 13 Mei 2012

Jalan Untuk Mengenal Allah


RD. Agustinus Eko Wiyono
Apakah Allah itu sungguh dapat dirasakan di dalam perjalanan hidup kita manusia? Atau Allah itu adanya, hanya sebagai khayalan dan buatan angan-angan manusia sehingga menjadi ‘sesuatu’ yang semu atau khayalan belaka? Atau apakah kita dapat membuktikannya dalam realitas kehidupan yang sedang kita jalani ini?
Maka menyelami keberadaan Allah di dalam perjalanan hidup ini rasanya akan terus menjadi topik yang sangat menarik dan menantang bagi manusia yang terus menerus dalam situasi hidupnya mencari kebenaran yang mutlak ini. Atau apakah pengetahuan yang ada sekarang ini juga bisa membuktikan adanya Tuhan atau Allah yang menjadi pegangan  dalam hidup kita?
Kita berangkat dari manusia itu sendiri. Karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah, ia menemukan ‘jalan-jalan’ tertentu dalam pencarian Allah agar mencapai pengenalan akan Allah. Orang menamakan jalan jalan ini juga ‘pembuktian Allah’, bukan dalam arti ilmu pengetahuan alam, melainkan dalam arti argumen-argumen yang cocok dan meyakinkan, yang dapat menghantar kepada kepastian yang sungguh. "jalan-jalan" menuju Allah ini mempergunakan ciptaan - dunia material dan pribadi manusia - sebagai titik tolak.
Dunia. Dari gerak dan perkembangan, dari kontingensi, dari peraturan dan keindahan dunia, manusia dapat mengenal Allah sebagai sumber dan tujuan alam semesta.
Santo Paulus menegaskan mengenai orang kafir: "Karena siapa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab spa yang tidak tampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih" (Roma 1:19-20) .
Dan santo Agustinus berkata: "Tanyakanlah keindahan bumi, tanyakanlah keindahan samudera,tanyakanlah keindahan udara yang menyebarluas,tanyakanlah keindahan langit .... tanyakanlah semua benda. Semuanya akan menjawab kepadamu: Lihatlah, betapa indahnya kami. Keindahan mereka adalah satu pengakuan [confessio]. Siapakah yang menciptakan benda-benda yang berubah, kalau bukan Yang Indah [Pulcher], yang tidak dapat berubah" (Sean. 241,2).
Manusia. Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya, dengan kerinduannya akan ketidakterbatasan dan akan kebahagiaan, manusia bertanya-tanya tentang adanya Allah. Dalam semuanya itu ia menemukan tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. "Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja" (Gaudium et Spes 18,1), maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber.
Dunia dan manusia memberi kesaksian bahwa mereka tidak memiliki sebab mereka yang pertama serta tujuan mereka yang terakhir dalam dirinya sendiri, tetapi . bahwa mereka hanya mengambil bagian dalam ADA yang tanpa titik awal dan titik akhir. Jadi melalui ‘jalan-jalan’ yang berbeda itu manusia dapat sampai kepada pengertian bahwa ads satu realitas, yang adalah sebab pertama dan tujuan akhir dari segala-galanya, dan realitas ini ‘dinamakan Allah oleh semua orang’ (Tomas Aqu., s.th. 1,2,3).
Kemampuan manusia menyanggupkannya untuk mengenal adanya Allah yang berkepribadian. Tetapi supaya manusia dapat masuk ke dalam hubungan yang akrab dengan Allah, maka Allah hendak menyatakan diri kepada manusia dan hendak memberikan rahmat kepadanya supaya dengan kepercayaan dapat menerima wahyu ini. Namun bukti-bukti mengenai adanya Allah dapat menghantar menuju kepercayaan dan dapat membantu supaya mendapat pengertian bahwa kepercayaan tidak bertentangan dengan akal budi manusia.
Maka melihat apa yang tejadi dalam hidup kita ini saja, kita mampu melihat dan diyakinkan bahwa Allah adalah pribadi yang benar ada dan realitasnya sungguh nyata dapat kita rasakan. Bukan hanya suatu khayalan atau buatan manusia melainkan realitas dan adanya Allah justru menampakkan bahwa kita ada karena ADANYA ALLAH dalam hidup kita ini. Kita mampu berkarya dan hadir dalam kehidupan sesama juga karena adanya ALLAH yang selalu membimbing dan mengarahkan hidup kita. Allah itu benar-benar ADA dan NYATA, maka mari kita wartakan dan hadirkan adanya ALLAH itu secara nyata di dalam hidup kita ini.

Senin, 07 Mei 2012

‘I MISS YOU, GOD’


RD. Al. Agus Wijatmiko 
“I miss you”. Demikianlah isi pesan yang masuk dalam ponselku di tengah-tengah perenunganku dini hari tadi. Tidak diketahui siapa pengirimnya karena hanya tertera nomor-nya yang tidak ada dalam daftar kontak. Rasanya ingin membalas sekaligus menanyakan apakah benar pesan itu ditujukan kepadaku ataukah si pengirim salah alamat. Tapi kuurungkan niatku itu karena lambat laun aku menikmati kalimat itu. Ada perasaan yang membanggakan karena ada yang merindukan diriku dan sekaligus perasaan penasaran ingin mengetahui siapakah gerangan orang yang merindukanku.  
Ada rasa dihargai dan dihormati apabila ada orang yang merindukannya. Kehadirannya senantiasa menjadi harapan dan penghargaan dari yang merindukannya. Kita tidak membayangkan bagaimana perasaan orang yang sama sekali tidak pernah dirindukan oleh yang lainnya. Orang yang tidak dirindukan itu berarti kehadirannya tidak diharapkan bahkan diri seutuhnya tidak lagi menjadi berarti apapun bagi yang lainnya. Sejahat-jahatnya orang pasti dia akan dirindukan oleh yang lainnya, minimal dirindukan oleh teman jahatnya.  
Rasa rindu meliputi siapapun yang memiliki harapan untuk memperoleh atau menggapai sesuatu yang belum belum diraihnya saat ini. Atau rasa yang ingin mengulang peristiwa atau suasana yang dulu begitu mengesankan bagi dirinya. Rasa rindu itu memiliki kekuatan yang besar yang mendorong seseorang untuk berusaha dengan keras untuk memenuhi rasa rindu. Ibarat sepasang kekasih yang terpisah oleh jarak, rasa rindu akan mendorong mereka untuk berupaya bertemu atau minimal memperoleh kabar berita dari pasangannya. Semua sarana akan dicoba digunakan untuk memenuhi rasa rindu itu. Mendengarkan suara pasangannya sudah sedikit mengobati rasa rindu apalagi bisa melihat raut wajahnya. Maka tidak mengherankan masing-masing akan menyimpan foto dari pasangannya agar dapat mengobati rasa rindu yang sedang melanda dengan memandang foto pasangannya.      Ada narapidana yang nekat dan berani melarikan diri dari penjara yang super ketat penjagaannya hanya karena diliputi rasa rindu yang mendalam pada yang dikasihinya. Resiko yang berbahaya diambilnya karena didorong kekuatan rindu dalam dirinya. Kerinduan menjadi kekuatan yang dahsyat yang mendorong orang untuk melakukan segala sesuatu yang penuh resiko.
Pada dasarnya manusia juga punya kerinduan pada penciptanya. Makna paling luhur dari martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah. Sudah sejak awal mulanya manusia diundang untuk berwawancara dengan Allah. Sebab manusia hanyalah hidup karena ia diciptakan oleh Allah dalam cinta kasih-Nya dan lestari hidup berkat cinta kasih-Nya. Dan manusia tidak sepenuhnya hidup menurut kebenaran, bila ia dengan sukarela mengakui cinta kasih itu serta menyerahkan diri kepada Penciptanya.
    Sejak dahulu kala manusia melalui pandangan iman dan pola tingkah laku religius (seperti doa, korban, upacara dan meditasi) atas berbagai cara untuk menemukan Allah. Pola tingkah laku religius manusia ini  mencerminkan bahwa dalam dirinya yang paling mendalam ada kerinduan untuk dapat bertemu dengan Sang Penciptanya. Dengan adanya kerinduan ingin berjumpa, manusia akan berusaha sekuat tenaga melakukan yang terbaik dalam hidupnya agar dapat berjumpa dengan-Nya. Manusia akan berusaha hidup sesuai dengan kehendak Penciptanya dan sempurna di hadapan-Nya. 
    Namun pada umumnya, kerinduan manusia akan Tuhan baru akan muncul ketika manusia berada dalam kesulitan dan penderitaan hidupnya. Seperti kisah Anak yang hilang. Ketika harta benda melimpah ada padanya, anak ini tidak ingat akan rumah bapanya. Tetapi ketika cobaan dan derita datang silih berganti, barulah dia memiliki kesadaran betapa nyamannya hidup bersama bapanya. Demikian juga yang terjadi pada para koruptor, misalnya. Ketika dia berhasil mengkorupsi dan hidup bergelimpangan harta hasil korupsi tidak sebersitpun muncul dalam dirinya kerinduan akan Tuhan. Tapi setelah ditangkap dan dipenjara barulah muncul kerinduan akan Tuhan.
    Biarpun manusia melupakan ataupun menolak Tuhan, namun Tuhan tiada hentinya memanggil kembali manusia supaya manusia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaan di dalam-Nya. Hati manusia akan selalu gelisah dan tidak tenang sampai manusia menemukan ketenteraman di dalam Tuhan. Maka berbahagialah semua yang mencari Tuhan dan hidupnya mencerminkan kerinduan pada-Nya. Kebahagiaan itu akan muncul apabila di dalam hati manusia senantiasa mengungkapkan, “I miss you, GOD.”