Senin, 21 Mei 2012

Wahyu dan Iman



Rm. Yakobus Budi Nuroto, Pr
Dalam cinta kasih-Nya, Allah memberikan Diri kepada manusia. Dengan mewahyukan Diri-Nya, Allah yang tidak kelihatan – dari kelimpahan cinta kasih-Nya – menyapa manusia sebagai sahabat-Nya; bergaul, mengundang dan menyambut kita dalam persekutuan dengan diri-Nya (Katekismus Gereja Katolik, hlm. 44).
Apa jawaban yang pantas bagi undangan ini? Jawaban yang pantas untuk undangan ini adalah iman. Dengan iman kita menaklukkan seluruh pikiran dan kehendak kita kepada Allah. Iman adalah ikatan pribadi-personal manusia dengan Allah sekaligus persetujuan bebas atas segala kebenaran yang diwahyukan-Nya.
Iman akan Allah tidak bisa kita pisahkan dari iman akan Putera-Nya yang terkasih, Yesus Kristus: “Terdengarlah suara dari surga: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mu lah Aku berkenan’" (Markus 1:11). Yesus lah Sang Sabda yang menjadi Manusia. Yesus adalah per-nyata-an Diri Allah yang definitif: nyata dan konkrit. Allah sungguh hadir: nyata dan konkrit dalam hidup, karya, wafat dan kebangkitan-Nya.
Namun kita tidak dapat percaya akan Yesus Kristus tanpa kurnia Roh Kudus; karena “Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus” (1Kor. 12:3). Roh Kudus memampukan kita beriman semakin mendalam. Karena, meski iman adalah suatu kegiatan manusiawi namun iman tetaplah sebuah rahmat, satu kebajikan adikodrati yang dicurahkan oleh-Nya. Iman membuat kita menikmati kegembiraan dan cahaya-Nya yang menyelamatkan, yang adalah tujuan dari peziarahan kita di dunia ini. 
Dengan iman, manusia terus-menerus menanggapi pewahyuan Diri Allah. Iman menjadi sebuah pengalaman perjumpaan yang dinamis yang melahirkan opsi fundamental dalam praksis hidup moral. Ketika berhadapan dengan pemberian Diri Allah, manusia ‘ditantang’ keluar dari dirinya dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah yang berbagi hidup. Roger Haight membahasakan iman sebagai sebuah keterlibatan dinamis dari segenap kemampuan dan seluruh kemerdekaan manusia yang aktif.
Pengalaman iman akan melahirkan opsi fundamental, sebuah pilihan hidup untuk menjawab sapaan Allah. Dan sebagai sebuah opsi fundamental, iman senantiasa akan berciri otonom: bebas dari dan bebas untuk, mutlak: melibatkan seluruhnya, kristiani: mengikuti Kristus dengan sungguh, menyelamatkan, dan suci: mentransformasi diri menjadi semakin suci.
Perjumpaan pribadi dengan Allah yang merupakan opsi fundamental tersebut justru tampak paling nyata dalam keterlibatan aktif sejarah manusia di dunia. Iman mewujud nyata dalam aneka tindakan moral yang dilakukan secara sadar, bebas dan sesuai dengan hati nurani. Meski dalam bertindak moral tidak membutuhkan iman, namun bagi orang beriman tindakan moral adalah perwujudan dari iman. Iman menjadi dasar dan motivasi tindakan moral.
Demikianlah, iman adalah satu peristiwa dengan tiga unsur: (1) akal budi: iman bukan gerakan jiwa yang buta melainkan aku memilihnya karena aku memahaminya sebagai sebuah kebenaran, (2) kehendak: iman bukan kesimpulan matematis melainkan opsi fundamental: kesetujuan pribadi yang bebas, dan (3) rahmat: iman adalah tanggapan atas rahmat Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar