Senin, 23 April 2012

Keadilan Bagi yang Tak Berdaya

OLEH: RM. AGUSTINUS EKO WIYONO, PR
Keadilan, dimanakah kita akan menemukannya? Kepada penegak hukum? Apakah kita bisa temukan? Kepada penguasa, apakah kita bisa berkeluh soal keadilan? Kita lihat saja situasi yang ada di sekitar kita. Setiap hari kita dihadapkan kepada berbagai peristiwa ketidakadilan yang terjadi tengah masyarakat. Masih hangat dibicarakan kasus yang dialami oleh AAL, siswa SMK Negeri 3 Kota Palu yang divonis bersalah oleh hakim pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah hari Rabu kemarin 4 Januari 2011 hanya gara-gara “mencuri” sepasang sandal. Dan ini merupakan peristiwa yang sebenarnya terjadi bukan baru saja, melainkan kasus lama yang kemudian sekarang diajukan ke pengadilan dan diperkarakan. Kasus yang ringan kalau mau dilihat perkaranya. Hanya gara-gara sepasang sandal maka AAL divonis bersalah. Sedangkan disekitar kita ada begitu banyak kasus berat dan besar yang sangat merugikan banyak orang, didiamkan saja dan yang melakukannya justru dengan tengang menikmati kebebasan. Adilkah ini?
Apakah kita masih bisa merasakan akan adanya keadilan yang nyata bagi semua manusia tanpa ada pembedaan dengan melihat siapa pribadinya. Keadilan hanyalah sebuah impian dan asyik untuk dibicarakan. Dalam tataran ide, sangat bagus. Tetapi tidak dalam kenyataan. Hanya sebuah utopia yang tidak tahu kapan dan bagaimana keadilan itu bisa terwujud dan berlaku bagi semua manusia. Juga mampukah kita berharap pada pribadi lain agar benar-benar kita bisa merasakan keadilan seperti yang kita dambakan bersama.
Dalam terang Injil kita dapat melihat apa yang diajarkan oleh Tuhan sendiri. Manusia itu terpanggil dan wajib mengusahakan apa yang sedang bergerak di dunia sebagai gerakan hak-hak asasi manusia. Dalam terang Injil dilihat bahwa manusia, yang diakui dan dipanggil Tuhan sebagai sahabat-Nya, hanya dapat menjawab panggilan Tuhan itu dalam solidaritas. Sebab “tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki ataupun perempuan, tetapi semua adalah satu di dalam Kristus” (Galatia 3:28).
Pengalaman menarik bisa kita lihat dari pengalaman umat Allah dalam Perjanjian Lama yang sangat menentukan sejarah selanjutnya, yaitu pengalaman pembebasan ketika martabat manusia mereka yang diinjak-injak ditegakkan kembali, ketika hak-hak asasi yang dirampas dikembalikan lagi.
Dalam Kitab Ulangan kita bisa menemukan apa yang dialami oleh Bangsa Israel: ”Kemudian engkau harus menyatakan di hadapan Tuhan, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat.Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. (Lihat Ulangan 26:5-9).
Maka sejak dari kisah ini, maka sejarah keselamatan adalah sejarah pembebasan, yang di dalam nya kita melihat perhatian khusus Tuhan akan kaum miskin dan yang tertindas. Tuhan sungguh mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan” (Mazmur 69:34). Maka perlu diingat bahwa hak-hak asasi manusia pertama-tama harus diperjuangkan bagi yang lemah, yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar dari tindakan ini adalah tindakan Tuhan sendiri yang melindungi orang yang tidak memiliki kekuatan.
Nah, belajar dari kasus diatas, dan dari apa hyang seharusnya kita perjuangkan dalam perjalanan hidup kita ini, kiranya sekarang kita harus berani mengubah diri kita sendiri. Kalau hanya berharap kepada orang lain tentang keadilan dan menuntut keadilan itu sulit. Mari kita mengembangkannya melalui dan dari dalam diri kita sendiri. Bagaimana caranya, yaitu dengan mengembangkan sikap murah hati dan mau membantu sesama terlebih yang miskin dan tak berdaya. Jangan sampai diri kita dibutakan oleh kepentingan pribadi yang hanya mencari dan menemukan kepuasan diri sendiri.
Apakah kita bisa? Inilah yang menjadi tantangan kita. BISA, asal kita terus menerus mengembangkannya dalam diri kita dengan tanpa kenal lelah. Kalau orang lain tidak adil kepada kita, maka jangan sampai kita melakukan yang sama kepada sesama. Kita harus menjadi pelita yang membawa terang bagi sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar