Selasa, 10 April 2012

Gereja yang Kudus

OLEH: RD. YAKOBUS BUDI NUROTO
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Puji Syukur hlm. 1). Oleh karenanya iman mesti dijaga, dirumuskan dan diwujudkan. Rumusan syahadat iman Gereja Katolik terungkap dalam Kredo (Credo= Aku Percaya). Dalam syahadat tersebut – Syahadat Para Rasul dan Hasil Konsili Nikea (325) Konstantinopel (381) – terungkap iman kepercayaan Gereja akan Allah Tritunggal; Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal.
Gereja adalah satu, kudus, katolik dan apostolik. Gereja kudus bukan karena setiap anggotanya (sudah) kudus melainkan karena Gereja senantiasa dipanggil kepada kekudusan: “Sebab Kristus, Putera Allah, yang bersama Bapa dan Roh dipuji bahwa ‘hanya Dialah Kudus’, mengasihi Gereja sebagai mempelaiNya. Kristus menyerahkan diri baginya, untuk menguduskannya” (Lumen Gentium 39). Kristuslah yang membuat Gereja kudus.
Kekudusan itu terungkap dalam aneka cara yang dibuat oleh para anggotanya. Semua dan/atau setiap anggota dipanggil untuk mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja. Kekudusan bukanlah soal bentuk pelaksanaan melainkan lebih pada sikap dasarnya. Kudus lebih dari sekedar masalah tempat, waktu, barang atau orang. Karena kudus berarti ‘yang dikhususkan bagi Tuhan’. Kudus menyangkut semua bidang sakral keagamaan yang berada di lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus pertama-tama bukanlah kategori moral melainkan teologal. Karena kudus bukanlah pertama-tama soal kelakuan manusia melainkan lebih pada hubungannya dengan Allah. Hal ini bukan berarti bahwa hidup yang sesuai dengan kaidah moral tidak penting. Tetapi kedekatan dengan Allah jauh lebih penting. Karena dari seorang yang telah terpanggil kepada kekudusan diharapkan menanggapinya dalam kehidupan sesuai dengan kaidah moral. Dengan kata lain, apa yang dikhususkan bagi Tuhan haruslah sempurna, dan ukuran kesempurnaan manusia itu ada dalam taraf moral kehidupannya.
Kudus adalah karya Roh (2Tesalonika 2:13) dan panggilan bagi semua dan/atau setiap manusia (Roma 1:7). Manusia akan menjadi kudus bila sungguh mau menanggapi karya Allah terutama dalam sikap iman dan harapan yang mewujud dalam peri hidup kasih: mendengarkan sabdaNya, melaksanakan kehendakNya, menerima sakramen-sakramen, tabah dalam doa, mengingkari diri, aktif melayani sesama, dan mengamalkan keutamaan-keutamaan (Lumen Gentium 42).
Kudus bukanlah soal bentuk kehidupan, melainkan sikap yang diwujudnyatakan dalam hidup keseharian. “…semua orang kristiani dalam kondisi-kondisi hidup mereka, dalam tugas-tugas serta keadaan mereka, dan melalui itu semua, dari hari ke hari akan makin dikuduskan, bila mereka dalam iman menerima segala sesuatu dari tangan Bapa di surga, dan bekerja sama dengan kehendak ilahi, dengan menampakkan dalam tugas sehari-hari kepada semua orang cinta kasih Allah terhadap dunia” (Lumen Gentium 41).
Akhirnya, Gereja itu memang sungguh kudus, namun sekaligus harus selalu dibersihkan serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan (Lumen Gentium 8). Dengan demikian kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan yang terus-menerus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar